INGATAN SEBATANG POHON ASAM

Ingatan Sebatang Pohon Asam. Keunaloi Seulimeum Aceh Besar. 21 April 2024.

INGATAN SEBATANG POHON ASAM

Di belakang pasar Seulimeum. Ada satu turunan jalan mengarah ke kampung Keunaloi, setelah madrasah ada beberapa rumah sebelah kiri jalan, itulah tempat ayah dari ayahku dilahirkan dan dibesarkan.

Sebelah kanan jalan aliran sungai berbatu kerikil.  Aku, ayah, kakek, dalam nasab segaris sampai Indatu tak tercatat lagi, pernah bermandikan sungai, airnya yang jernih itu.

Ada sebuah ruang, dimana kami pernah menjejaki tanah yang sama meski perjumpaan antara nasab hanya saling beririsan, dalam waktu yang berbeda. Hadir bersamaan adalah hal tak mampu kami jangkau bersekalian.

Dua belas tahun sudah kampung ini tak aku datangi lagi, padahal ketika kanak-kanak ayah dan kakek sering mengajakku kemari. Entah mengapa perasaanku mengharu biru ketika tempat ini aku jejaki kembali, mungkin karena tempat ini mengikat kenangan tentang ayah dan juga kakek.

Rumah kayu leluhur telah berganti beton berbata ringkih, sebagai metafor kehadiran manusia yang rapuh di atas permukaan bumi ini, orang-orang tua yang kukenal juga sudah banyak yang berpulang.

Aku mengelilingi kampung ini menghirupi udaranya dalam-dalam untuk mengorek, mencungkil peradaban yang lampau disini. Kampung Keunaloi berada dekat dengan Seumileuk dimana tamaddun Kerajaan Mante pernah berdiri, kuno bahkan sebelum Aceh ada. Jangan tanyakan dimana jejaknya, bahkan bangunan-bangunan dua puluh tahun lalu pun telah sirna, apalagi dua puluh abad lalu, maka tak ada laporku.

Ada sesuatu yang akrab seolah memanggilku menuju kesana. Sebatang pohon asam di tikungan jalan. Aku pandangi lama-lama, ia adalah sebagai pengingat bahwa ini adalah kampung kakekku. Pohon asam itu masih berdiri dengan posisi yang sama, di pinggir jalan aspal mulus yang baru ada lima enam tahun lalu

Pohon asam ini adalah memburai segala kenangan lama di kampung Keunaloi. Kusentuh dia dan berbisik mesra padanya, ceritakanlah sejarah zuriatku sambung menyambung sampai mana? Wahai pohon ceritakan segala ingatanmu!

Semilir angin sejuk di sore hari menyentuh wajahku, kaki dan tanganku  bergetar dan pohon hanya membisu. Seraya menatapku seolah berkata: Andaikan ingatan ini bisa ku ceritakan kepadamu, tapi sebatang pohon tak mungkin berkata-kata, ini adalah sunnatullah.

Aku menikmati ledakan emosinal yang mengetarkan, membahagiakan sekaligus mengharukan. Membawa senyuman sekaligus mata berkaca-kaca. Aku berjalan meninggalkan pohon asam, dengan posisi mundur seolah tak ingin melepaskan pandangan padanya

Aku melewati bekas bale kayu, dimana aku pernah mendengar hikayat-hikayat Kuno, kejadian itu sekitar tiga puluh tahun lalu, kini tempat bercerita itu telah berubah menjadi lapangan voli, dibiayai oleh dana desa, didukung oleh APBN.

Tahun ini aku berumur empat puluh tahun. Hatiku membuncah dalam getaran memikirkan pertanyaan yang membekas dalam batinku. Mungkinkah aku zuriat terakhir yang akan berkunjung kemari?

Kampung Keunaloi, Seulimeum. 21 April 2024

Syair ini sebagai pengingat bagi setiap anak laki-laki, bahwa ayahmulah adalah satu-satunya manusia di muka bumi yang memiliki keinginan yang kuat, untuk melihatmu menjadi seorang laki-laki yang LEBIH BAIK dari dirinya. Di dunia ini kelak kau akan tumbuh dewasa, bertemu dan belajar dari orang-orang hebat lainya. Baik itu guru, imam, pemimpin bahkan siapapun. Tapi kau tidak akan pernah menemukan perasaan yang sama sebagaimana ayahmu dari setiap orang yang kau temui.

Beberapa puisi terakhir:

  1. Dengarlah Suara Kematian; 15 Juli 2018;
  2. Telatah Yang Patah-Patah Menuju Makrifat; 11 Desember 2018;
  3. Laut Dan Senja; 10 Januari 2019;
  4. Jika Hari Ini Adalah Kemarin; 20 Februari 2019;
  5. Jangan Mencintai Lautan; 4 April 2019;
  6. Seorang Tanpa Nama Tanpa Gelar; 15 Mei 2019;
  7. Peucut Kherkof Suatu Masa; 24 September 2019;
  8. Mengunci Malam; 1 April 2020;
  9. Apa Arti Masa Depan; 10 Juli 2020;
  10. Perahu Baa Mencapai Alif; 23 September 2020;
  11. Jejak Langkah; 26 Desember 2020;
  12. Hati Resah Berkisah; 1 April 2021;
  13. Kopi Pahit Semalam; 11 Agustus 2021;
  14. Mimpi Mimpi Pion; 30 November 2022;
  15. Kembali Pada Kekasih; 28 Mei 2022;
Posted in Cerita, Puisiku | Tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , | Leave a comment

BAGAIMANA MENGELOLA HARTA MENURUT HIKAYAT KALILAH WA DIMNAH

Naskah KALILAH WA DIMNAH yang disalin pada 1429, dari Herat, melukiskan sekor serigala yang mencoba menyesatkan singa. Kelileh va Demneh. This 15th century Persian mauscript is kept at the Topkapi Palace Museum in Istanbul, Turkey.

BAGAIMANA MENGELOLA HARTA MENURUT HIKAYAT KALILAH WA DIMNAH

Hikayat Kalilah Wa Dimnah ditulis seorang pintar dari bangsa Hindu dalam bahasa sanskerta antara 1 abad sebelum Masehi bernama Baidaba atas titah Maharaja Dabsyalim yang memerintah di negeri Hindustan setelah negera ini dibebaskan dari penyerbuan oleh Alexander Agung dari Macedonia. Oleh Abdullah bin Muqaffa’ seorang sekretaris khalifah Abu Ja’far al-Manshur khalifah kedua pada Dinasti Abbasiyah (memerintah 754-775 Masehi) diterjemahkan ke bahasa Arab dari bahasa Persia. Ibnu Muqaffa’ beribu bapak Persia dan ahli dalam bahasa Arab, Ia lahir di Basrah pada permulaan abad kedua Hijriah ketika Basrah termasyur sebagai pusat ilmu pengetahuan. Dari bahasa Arab kemudian Hikayat Kalilah Wa Dimnah diterjemahkan kepada berbagai bahasa antara lain: Suryani, Yunani, Ibrani, Latin. Spanyol, Inggris, Rusia, Perancis, Italia, Turki, Jerman, Belanda, Indonesia dan lain-lain.

Diawali dengan Hikayat Singa dan Lembu. Ketika Maharaja Dabsyalim bertitah kepada Baidaba. “Cobalah guru ceritakan perumpamaan dua sahabat yang saling berkasih-kasihan oleh karena perbuatan tukang fitnah yang dusta, menjadi putuslah persahabatannya dan akhirnya bermusuhan.”

“Ampun tuanku.” Sembah Baidaba. “Jika dua orang yang bersahabat ditengahi oleh tukang fitnah yang dusta, tak dapat dan tak bukan putuslah persahabatan itu dan bermusuh-musuhanlah keduanya. Tak ubahnya Hikayat Singa dan Lembu yang akan patik ceritakan itu.”

Alkisah di negeri Dastawand seorang bapak telah menjadi tua mempunyai tiga orang anak laki-laki, mereka tiada kerjanya sehai-hari melainkan menghabiskan harta ayahnya pada jalan yang tidak berfaedah sedikitpun jua. Pada suatu hari bernasehatlah orang tua itu kepada anak-anaknya.

“Hai anakku.” Katanya, “manusia mencari tiga perkara dengan menggunakan empat perkara sebagai perkakas. Tiga perkara yang perlu dicari itu, ialah rezeki yang mudah, derajat yang mulia dan perbekalan untuk akhirat.”

“Dan empat perkara sebagai perkakas, ialah pandai mencari harta, pandai memeliharanya/menyimpannya, pandai menjalankannya dan pandai membelanjakannya. Barang siapa menyiakan salah satu dari empat perkara itu, maksud yang hendak dicapai tidak akan tercapai selama-lamanya.”

“Orang yang tiada pandai mencari tentulah tiada akan berharta. Pandai mencari tetapi tidak pandai menyimpan tentu hartanya akan segera habis dan ia menjadi miskin. Pandai juga menyimpan tapi tidak pandai menjalankannya tentu akan habis juga hartanya. Pandai menjalankannya tetapi tidak pendai membelanjakannya pada jalan kebajikan samalah dengan orang miskin yang tidak berharta.”

“Janganlah menyangka bahwa harta yang tiada dibelanjakan ini akan kekal selamanya. Air yang tergenang pada suatu tempat dan tidak diberi jalan mengalir akan pecah dan menjadi terbuang percuma. Sebaliknya jika dalam membelanjakannya dalam hal sia-sia akan menjatuhkan kehormatan, sebagaimana air yang memancar kemana-kemana tiada berguna.”

Mendengar nasehat orang tua tersebut, barulah ketiga anak itu insaf dan sadar dan sejak itu berubahlah kelakuan mereka. Masing-masing mereka mulai rajin berkerja untuk mencari nafkah, pandai hidup berhemat dan mulai menyimpan untuk hari tua.

Hikayat Kalilah Wa Dimnah memiliki alur transisi cerita sebagaimana Hikayat 1001 Malam, dimana satu kisah akan dimasuki/memasuki kisah lainnya. “Pada suatu hari berangkatlah yang tertua untuk berniaga ke negeri lain. Barang-barang perniagaannya dimuatkan dalam sebuah pedati yang dihela oleh dua ekor lembu bernama Syatrabah dan Bandabah.”  Kisah dalam Hikayat kita cukupkan sampai disini saja, untuk kisah lengkap dapat dibaca langsung pada edisi terjemahannya, tersedia pula dalam bahasa Indonesia dan telah diterbitkan oleh beberapa penerbit salah satunya Balai Pustaka.

Kajian yang menarik dalam pembukaan kisah adalah bagaimana mengelola harta agar dapat mencapai kemuliaan di dunia dan akhirat sebagaimana nasehat bapak tua tersebut kepada anaknya. Yaitu ketika seorang anak manusia dalam mencari rezeki dan mengelola hartanya dapat mencapai kebahagiaan jika ia mampu:

  1. Mencari harta dengan baik (Mencari harta yang halal dan baik);
  2. Menyimpan harta dengan baik (Mengumpulkannya dan mengkumulasikannya);
  3. Menjalankan harta dengan baik (Memutarkannya, menjalankan usaha sehingga bertambah dan terjadi lompatan eksponensial);
  4. Membelanjakannya dengan baik (Tidak menahan diri sehingga kikir dan tidak terlalu foya-foya sehingga menjadi ria).

Sebuah sempilan dari kisah yang dituliskan sekitar 21 abad yang lalu ini menjadi menarik di tahun 2024 ini terutama di poin 4, di era media sosial dimana orang dengan bangganya memamerkan harta dengan cara-cara yang berlebihan untuk mendapatkan pengakuan dari nitizen, sejatinya malah tidak meninggikan derajatnya malah melemparkan dirinya kedalam kehinaan dan kebodohan yang tak terkira! Sumpah ini bukan pendapat saya pribadi! Ini hanya pendapat orang bijak yang dituliskan dalam rangkaian kisah yang berjudul Hikayat Kalilah Wa Dimnah, yang follower media sosialnya tidak sebesar idola masa kini.

Beberapa opini terdahulu:

  1. Kaya Tanpa Harta; 24 November 2019;
  2. Perjalanan Yang Luar Biasa; 4 Desember 2019;
  3. Abu Nawas Menasehati Raja; 2 Juni 2020;
  4. Bustanus Salatin Panduan Berkuasa Para Sultan Aceh; 27 September 2020;
  5. Kenapa Sejarah Tak Boleh Dilupakan; 4 Oktober 2020;
  6. Penjara Pikiran; 9 Oktober 2020;
  7. Mengapa Harus Mempelajari Bahasa Daerah; 17 Maret 2021;
  8. Ilmu Memahami Ilmu; 15 Juni 2021;
  9. Lembu Patah; 18 Desember 2021;
  10. Jangan (Mudah) Percaya Dengan Apa Yang Kau Baca; 12 Februari 2022;
  11. Aceh Yang Dilupakan; 29 Maret 2022;
  12. Sejarah Tak Bepihak Kepada Kita; 8 September 2022;
  13. Di Bawah Naungan Lentera; 26 Januari 2023;
  14. Masihkah Orang Aceh Berjiwa Penyair; 24 Juni 2023;
  15. Ditampar Kebenaran; 8 Oktober 2023;
Posted in Cerita, Cuplikan Sejarah, Kisah-Kisah, Kolom, Mari Berpikir, Opini, Pengembangan diri | Tagged , , , , , , , , , , , , , , , | Leave a comment

INFOGRAFIS TSUNAMI ACEH

INFOGRARIS TSUNAMI ACEH 26 DESEMBER 2004

Infografis Tsunami Aceh, 26 Desember 2004 dari situs tengkuputeh.com

Infografis Tsunami Aceh, 26 Desember 2004 dari situs tengkuputeh.com

26 Desember 2004, antara pukul delapan dan lewat lima belas menit, perantah gemetar, keramik berjatuhan. Ia berjalan keluar rumah dan melihat orang bertakbir di jalan dan gang-gang kecil, tak lama terbunyi suara ledakan. Dalam tempo hitungan menit. “Laut datang!” terdengar orang-orang memekik.

Gulungan gelombang setinggi lima belas meter menggodam kota tepi pantai itu dengan ganas, gempa melontarkan tsunami ke daratan. Kemudian air datang kembali ke laut, ribuan bangkai terapung, terangkut, lenyap atau tersangkut di bumi.

Sumber: tengkuputeh.com

Posted in Cuplikan Sejarah, Data dan Fakta | Tagged , , , , , , , , , , , , , , , | Leave a comment

POLIFONI BERGERAK MEMENCAR

Teko kuno dari zaman Kesultanan Aceh Darussalam

POLIFONI BERGERAK MEMENCAR

Hidup ini adalah sebuah polifoni, bergerak, memencar, multi dimensi, lipatan yang tak henti-hentinya. Seiring jalannya waktu seharusnya kita semakin sadar bahwa satu saat kelak akan meninggalkannya, bahwa sesungguhnya yang terbaik dari dunia ini bukanlah keabadian, melainkan kefanaan, yang abadi tak akan ada disini. Pada akhirnya kita semua hanyalah menjadi kenangan bagi orang-orang yang kita tinggalkan, sungguhpun begitu memori itu pun rapuh. Kita bisa mengingat, tapi melupakan apa yang kita dengar. Ataupun kita bisa mengingat apa yang kita dengar tapi melupakan apa yang kita rasakan.

XXX

Pinggiran kota Banda Aceh, awal tahun 2000-an. Beberapa tahun sebelum tsunami Aceh (2004), beberapa tahun sebelum perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Republik Indonesia (2006). Waktu itu adalah sebuah zaman yang berbeda, suasana mencekam dan letupan-letupan senjata terkadang nyalang di malam hari. Sebegitu sering baku tembak terdengar kami bisa membedakan suara AK-47 milik GAM yang cempreng dan suara M-16 milik TNI yang lebih padat. Banda Aceh seharusnya merupakan zona aman dari wilayah perang disekitar tapi ibarat air di bak yang penuh, ia pun merembes. Waktu itu umur Abu sekitar 16-17 tahun.

Pada setiap kekacauan tentunya terdapat secercah cahaya, waktu-waktu itu masjid merupakan tempat yang paling aman untuk berkumpul bagi kami para remaja tanggung. Maka seringlah kami para remaja seumuran berkonsolidasi di sana untuk merencanakan bermain bersama. Hujan deras mengguyur kota Banda Aceh selepas Maghrib, Abu dan beberapa teman berencana membolos malam ini dari pelajaran membaca kitab, kami berencana menonton kualifikasi Piala Dunia 2002, Jerman vs Inggris. Apa dinyana kami terjebak di dalam masjid dan tidak bisa melarikan diri ketika ustad usup membuka kitab.

Abu memiliki banyak keahlian seperti sejarah, bahasa, sastra, pengetahuan sosial dan lain-lain. Tapi membaca kitab tidak masuk kategori. Ustad Usup membuka kitabnya yang paling tersohor bagi para santri di tanah Melayu, semua yang pernah mengaji pasti tahu kitab Masailal Muhtady. Kitab ringkas berisi perpaduan ilmu Tauhid, Fiqih dan Tasawuf. Keunikan kitab ini berisi pertanyaan-pertanyaan sederhana yang disertai jawaban yang ringkas.

Ustad Usup membuka kitab dan menguji bacaan para muridnya satu persatu, apakah ada peningkatan dalam membaca huruf Arab Jawi (Tulisan Arab namun bacaannya Melayu). “Bagaimanakah seseorang dikatakan beriman?” Beliau membaca bagian pertanyaan. “Seseorang dikatakan beriman jika dia memahami tiga ilmu dasar yaitu Tauhid, Fiqih dan Tasawuf.” Beliau melanjutkan bacaannya, dan Abu sudah tidak ada disitu tertidur dalam duduk, meninggalkan teman-teman sekalian dan ustad.

“Grrrrrrrrrrr!” Suara gelak tawa membangunkan Abu dari tidur.

Almarhum Ustad Usup, semoga Allah S.W.T melapangkan kuburnya dan memberikan rahmat-Nya yang tak henti-henti kepada beliau. Saat itu Ustad Usup tersenyum kepada Abu, yang sebenarnya sudah pasrah kena hukuman.  “Kalian tahu bagaimana ciri-ciri ahli surga?” Beliau bertanya.

Kami semua menggeleng.

“Pertama tiap-tiap orang yang menghadiri majelis ilmu seperti kita sekarang, karena dalam setiap majelis ilmu Allah S.W.T menurunkan segenap keberkahan-Nya. Dan ketika seseorang tertidur Allah S.W.T menurunkan juga sakinah-Nya yaitu ketenangan. Barusan Abu tertidur dalam majelis ilmu, jika ada dua hal dalam satu keadaan terjadi pada seseorang tentunya ridha Allah S.W.T turun kepadanya dan dia kita duga menjadi ahli surga.” Teman-teman Abu tertawa lepas, dan Abu tersipu malu. Betapa baiknya guru Abu, betapa halus budinya.

Ustad Usup kemudian bercerita, “sebagaimana pernah kita pelajari dalam surat al-kahfi ada 7 pemuda yang akan dibunuh raja, diberikan ketenangan oleh Allah S.W.T, mereka tertidur. Menurut perasaan mereka setengah hari, padahal 300 tahun. Mereka melupakan rasa takut dan lapar oleh karena rahmat Allah S.W.T untuk dibangunkan kembali ketika raja adil memerintah.”

Kata-kata beliau menyejukkan batin kami, bagaimana pun meski pun kami masih remaja dan tidak terlibat dalam konflik antara GAM dan RI, kami paling sedikit pernah mengalami satu dua kali pemukulan oleh oknum aparat tanpa alasan. Muncul pertanyaan bagi kami waktu itu apakah karena kami adalah orang Aceh? menguatkan sebuah teori sosial yang kelak Abu baca bertahun-tahun belakangan. Manusia yang bengis memiliki kecenderungan untuk menilai ras, bangsa, atau sekelompok manapun yang tampak lain, berdasarkan contoh dari mereka yang paling tidak bermutu.

“Jadikan sabar dan shalat sebagai penolong kalian!” Ustad Usup selalu mengingatkan. Abu berpikir mungkin itulah fungsi agama mengenalkan kita kepada Tuhan, yang menjadi tempat bersandar ketika tidak ada satu tempatpun di dunia ini dijadikan sandaran.

Waktu pun terus berjalan, kami bertambah dewasa, ada juga yang sudah tiada.

XXX

Langsa, menjelang akhir 2023. Disudut warung kopi Abu melihat sebuah piala, tak tersentuh lama dan sudah berjaring laba-laba seolah menceritakan bahwa ia sudah tak tersentuh lama, dan terlupakan keberadaannya di sudut warung. Abu menghirup kopi pahit dan mendengarkan pembicaraan dua remaja tanggung di meja sebelah tentang banyak hal, termasuk sejarah, bidang kesukaan Abu.

Piala berjaring laba laba di Teras Kopi Langsa circa Desember 2023

Ketika mendengar kalimat-kalimat mereka Abu berusaha tidak menyalahkan pengetahuan yang mereka miliki, dapat diasumsikan mereka hidup di zaman yang berbeda dengan apa yang pernah Abu alami, bahkan dalam menyusun prioritas berbeda pula.

Beberapa hal yang terlihat elementer bagi orang-orang yang Abu kenal terlihat begitu rumit bagi mereka, ketika mereka mengatakan New York sebagai ibu kota Amerika Serikat, sementara semua teman-teman Abu sewaktu Madrasah Ibtidaiyah tahu bahwa itu adalah Washington D.C. Mungkin saat ini para remaja tak perlu tahu bahwa sungai Musi itu di Palembang, atau ibu kota Jawa Tengah adalah Semarang. Banjir infomasi di saat ini di era smartphone ternyata memberikan bias bagi generasi muda. Satu sisi Abu menyadari mereka sedang berproses. Tiap generasi muda memang ada masa hura-huranya, bodoh-bodohnya. Kelak mereka akan dewasa dan berkemungkinan menjadi julid kepada generasi berikutnya.

Begitulah hidup, ada yang datang dan ada yang pergi, generasi berganti dan orang-orang hulu lalang. Di usia yang mendekati umur 40-an, Abu menyadari mungkin dalam pementasan ini bukanlah pemeran utama, melainkan seorang figuran yang biasa-biasa saja, tak terhiraukan di sudut warung kopi sebagaimana piala yang telah berjaring laba-laba tadi. Tapi bukankan setiap lakon memerlukan cerita? Maka sesungguhnya tidak ada peran yang kecil, yang ada hanyalah aktor yang kerdil dalam menjalankan perannya.

XXX

Baca juga: KISAH KISAH PETUALANGAN SI ABU

Posted in Kisah-Kisah, Mari Berpikir | Tagged , , , , , , , , , , , , , , , , | Leave a comment

CONTOH PUISI CINTA BAHASA PORTUGIS (PERDER)

Sim, eu realmente sinto muita falta dele.

PERDER

Talvez eu tenha sentido falta dele.

É assim que ele também se sente, durante todo esse tempo ele tem me encorajado a alcançar meus objetivos, nos convencendo a continuar lutando mesmo que não consigamos ver a luz.

Estou tentando fazer as pazes com minhas limitações. Aceitar que é impossível proteger todos que amo. Não sou um guerreiro e nem um herói.

Talvez eu realmente sinta falta dele.

Cada vez que vejo seus olhos brilhando como os de uma criança, me sinto o padrinho.

Sim, eu realmente sinto muita falta dele.

Ele sempre me dá incentivo e orgulho

Eu sinto falta dela.

Banda Aceh 4 de agosto de 2017

traduzido de: Rindu

Posted in Literature, Mari Berpikir, Poetry | Tagged , , , , , | Leave a comment

DITAMPAR KEBENARAN

Kamu bisa mengalahkan 30 orang pintar dengan 1 fakta, tapi kamu tidak bisa mengalahkan 1 orang bodoh dengan 30 fakta sekalipun. Baharuddin Yusuf Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia

Kamu bisa mengalahkan 30 orang pintar dengan 1 fakta, tapi kamu tidak bisa mengalahkan 1 orang bodoh dengan 30 fakta sekalipun. Baharuddin Yusuf Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia

DITAMPAR KEBENARAN

Kamu bisa mengalahkan 30 orang pintar dengan 1 fakta, tapi kamu tidak bisa mengalahkan 1 orang bodoh dengan 30 fakta sekalipun. Baharuddin Yusuf Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia.

Di sebuah warung kopi terdengar sebuah perbincangan seru yang berkesimpulan bahwa seribu orang pintar akan mudah diyakinkan dengan satu fakta, sementara satu orang bodoh tidak akan mampu diyakinkan dengan seribu fakta. Serasa ditampar kebenaran kami terdiam, terkejut kemudian tertawa kami teringat akan Tuan.

Siapkan pipi Tuan untuk ditampar kebenaran berkali-kali. Selamat malam Tuan dan ingatlah! Kebenaran mereka yang kalah bukanlah omomg kosong, sebagaimana kesalahan mereka yang menang adalah tetap kesalahan

Siapkan pipi Tuan untuk ditampar kebenaran berkali-kali. Selamat malam Tuan dan ingatlah! Kebenaran mereka yang kalah bukanlah omomg kosong, sebagaimana kesalahan mereka yang menang adalah tetap kesalahan

Tuan! Tulisan ini ditulis di bawah kelindan cahaya, dimana benang-benangnya mencapai pundi-pundi hamba untuk berisalah kepada seseorang yang kami cintai, sebuah nasiha kepada pelindung dan penyokong bagi kami untuk menjaga mimpi-mimpi yang berasal dari pelita ke-ACEH-an yang seiring waktu kian meredup. Cahaya kian temaram, ya api itu kian hari kian kecil, asap hitam kian tebal dan menusuk dan meninggalkan jelaga di hidung kami.

Tuan hidup di zaman ketika sejarah telah menjadi legenda, dan fakta seolah hanyalah desas-desus. Sebagai bagian terakhir manusia yang menyerap kebijaksaan abad ke-19 kami takut Tuan akan sirna, musnah dan tak tergantikan lagi.

Aceh hari ini, adalah sebuah entitas yang berkali-kali menyusut. Sampai akhir abad XX kita masih memiliki pedoman kebijaksanaan, para tokoh Ali Hasjmy, Ibrahim Hasan, Samsyudin Mahmud, Safwan Idris sampai Dawan Dawood. Hari ini para idola telah lahir mengantikan kekosongan itu. Dilansir dialeksis.com mereka adalah: Kaka Alfarisi, Herlin Kenza, Shella Saukia, Cut Bul, Afla Nadia dan Zsalsa Nadila.

Jalan paling mudah adalah menyalahkan generasi muda. Atau orang-orang yang hadir belakangan mengambil peran. Tapi pernahkah terpikir mengapa cendikia dari masa lalu tidak menciptakan ekosistem di mana akedemisi memberi contoh tauladan yang baik? Mungkin mereka sibuk mengejar angka kredit, mengejar scopus dan menjadi makmur, mereka yang bercukupan cencerung kehilangan keresahan-keresahan sosial, diam tak berbuat seharusnya adalah dosa terbesar para intelektual.

Betapa durjana jika di zaman ini, kita terkejut ketika seorang professor melakukan plagiasi. Ada pula korupsi dan menumpuk harta dalam rekeningnya. Gusar, marah dan kecewa kami tak mampu berbuat apa-apa. Namun tak ada salahnya kami mencoba mengingatkan tuan. Mengulangi contoh-contoh para pendiri bangsa. Natsir, Sukarno, Syahrir terlebih Muhammad Hatta. Dari sejarah kita memahami pendidikan (seharusnya) menjadi sesuatu yang mencerahkan kepada yang menuntutnya. Mereka yang terdidik (harusnya) menyadari keterikatan dirinya atas ilmu yang telah ia tuntut sehingga berkewajiban menjaga diri dari hal-hal tercela sekaligus (harus) merasa memiliki kewajiban moral untuk mengabdikan diri untuk memberikan faedah yang baik, jika tak mampu terbail kepada lingkungannya.

Memang benar, kualitas seseorang tak bisa diukur dari nilai dan riwayat pendidikanya. Maka bertambahnya gelar Tuan juga bukan berarti tambah bijak, tambah hebat. Biasa saja Tuan! Benar Tuan adalah manusia yang tak akan berulang, tapi bukankah  tidak ada manusia manapun juga yang akan berulang. Keinginan kami adalah Tuan dalam keadaan apapun bersedia dikalahkan oleh fakta dan ditampar berkali-kali oleh kebenaran tanpa harus merasa diri besar. Jika itu terjadi semoga Tuan diberikan kesehatan, keselamatan sekaligus keceriaan bagi kami. Tetaplah menjadi seorang pencerita yang kami sukai, selama mungkin selama Tuan masih bernafas.

Siapkan pipi Tuan untuk ditampar kebenaran berkali-kali. Selamat malam Tuan dan ingatlah! Kebenaran mereka yang kalah bukanlah omong-kosong, sebagaimana kesalahan mereka yang menang adalah tetap kesalahan.

15 Opini terakhir:

  1. Kaya Tanpa Harta; 24 November 2019;
  2. Perjalanan Yang Luar Biasa; 4 Desember 2019;
  3. Merekonstruksikan Kembali Letak Istana Daroddonya; 3 Maret 2020;
  4. Abu Nawas Menasehati Raja; 2 Juni 2020;
  5. Bustanus Salatin Panduan Berkuasa Para Sultan Aceh; 27 September 2020;
  6. Kenapa Sejarah Tak Boleh Dilupakan; 4 Oktober 2020;
  7. Penjara Pikiran; 9 Oktober 2020;
  8. Mengapa Harus Mempelajari Bahasa Daerah; 17 Maret 2021;
  9. Ilmu Memahami Ilmu; 15 Juni 2021;
  10. Lembu Patah; 18 Desember 2021;
  11. Jangan (Mudah) Percaya Dengan Apa Yang Kau Baca; 12 Februari 2022;
  12. Aceh Yang Dilupakan; 29 Maret 2022;
  13. Sejarah Tak Bepihak Kepada Kita; 8 September 2022;
  14. Di Bawah Naungan Lentera; 26 Januari 2023;
  15. Masihkah Orang Aceh Berjiwa Penyair; 24 Juni 2023;
Posted in Mari Berpikir, Opini | Tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , | 1 Comment

RAJA ZALIM DAN MENTERI-MENTERI CELAKA

Seni patung di Mesir dibuat dengan bentuk yang sama paling tidak selama sepuluh abad. Merupakan salah satu mahakarya Fir’aun dan Haman yang digambarkan dalam Al-Quran sebagai raja zalim dan menteri celaka.

RAJA ZALIM DAN MENTERI-MENTERI CELAKA

“Langkah pertama membubarkan suatu bangsa adalah dengan menghapus ingatannya. Menghancurkan bukunya, budayanya, sejarahnya. Kemudian munculkan seseorang yang menulis buku baru, menciptakan budaya baru, dan memalsukan sejarah mereka. Tak lama kemudian bangsa itu akan melupakan dirinya dan sejarahnya. Maka sesungguhnya perjuangan manusia melawan kekuasaan menindas adalah sebagaimana perjuangan ingatan melawan lupa.” Tafsir terhadap kata-kata Milan Kundera dalam bukunya The Book of Laughter and Forgetting diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Kitab Lupa dan Gelak Tawa.

XXX

Kuala Meurisi, circa 1996.

Bayang-bayang awan begitu membelah cahaya bulan memerah di angkasa, angin sepoi-sepoi berhembus pelan dari arah Samudera Hindia. Di pasar malam, para pelancong sedang berbual, para penjaja jajanan berulang memenuhi permintaan, tukang nasi goreng menunjukkan kepakarannya menggunakan spatula mengaduk telur di atas penggorengan di celah-celah asap yang berkepul naik ke atas, di sudut berbeda penjual gulali melambai-lambaikan serat-serat halus berwarna-warni seperti kapas. Pasar malam bergerak seperti orchestra, pergerakan seolah telah dikoreografikan, sebagaimana puisi tercipta dalam gerak.

Situasi Jembatan Krueng Sabee tahun 2006, 2 tahun setelah tsunami Aceh

Abu waktu itu berumur 12 tahun, baru selesai menamatkan Madrasah Ibtidaiyah di Banda Aceh dan liburan untuk masuk ke sekolah menengah. Abu lupa ada keperluan apa, waktu itu Abu diajak pulang kampung oleh ibu ke Mon Mata, Kecamatan Krueng Sabee untuk sebuah urusan. Selepas Maghrib kami bersepeda ke Kuala Meurisi kurang lebih 3 kilometer dari rumah nenek. Tahun 1996 itu adalah kali pertama Abu melihat bagaimana pasar malam, ada rasa takjub bercampur ingin tahu. Sedihnya ini juga merupakan kali terakhir pula Abu melihat pasar malam di sana. Tahun 1996 adalah tahun terakhir kedamaian di pesisir Barat Aceh, tahun nostalgia yang kemudian diikuti oleh tahun-tahun kecemasan, 1997-1998 krisis moneter menerjang Indonesia diikuti 1999-2004 konflik pertikaian antara Gerakan Aceh Merdeka dan pemerintah pusat merontokkan roda perekonomian, dan akhir Desember 2004 terjadi tsunami Aceh yang mengubah lanskap dan kebudayaan di Aceh. Apa yang pernah Abu lihat di pasar malam di tahun 1996 ini tak akan pernah berulang, alamnya, suasananya, dan orang-orangnya telah punah.

Hiruk pikuk di pasar malam tiba-tiba menemukan keheningan, seluruh pandangan tertuju pada panggung, Abu berbalik dan dari kejauhan melihat seorang berpakaian berumbai-rumbai berwarna merah-ungu-kuning-hijau naik ke pentas. Abu masih keasyikan dengan kacang rebus sayup-sayup terdengar, “Bismillah lon mula surat, deungon nama zat Tuhan nyang Esa, Alhamdulillah laju lon sambat, pujoe hadarat wahidul kaha.”

Kelak bertahun-tahun kemudian Abu baru mengetahui sosok yang memakai bedak tebal seperti badut itu adalah seorang troubadour, berakar dari bahasa Occitan di Perancis selatan yang berarti “menyusun, mengarang, atau mencari.” Di Aceh mereka disebut sebagai ahli peugah haba, meuhaba atau meuhikayat sebagai penutur kisah-kisah yang terkadang menambahkan alat maupun instrumen musik dalam menyampaikan cerita. Malam itu adalah penampilan terakhir karena pasar malam yang telah berlangsung sepekan akan usai, hari ini adalah peunutoh atau penutup cerita.

Lukisan Sultan Iskandar Muda

Alkisah menjelang ajal Sultan Iskandar Muda (Raja terbesar Kesultanan Aceh Darusalam di abad ke-17 Masehi) telah memiliki firasat akan kembali ke rahmatullah. Maka ia memanggil anak menantunya, para menteri dan segenap pembesar kerajaan untuk mendengar petuah darinya. Baginda berkata, “segenap tarikh telah mengabarkan bahwa sepanjang zaman, apa yang diinginkan anak manusia sedari dulu apa yang diinginkan adalah kurang lebih sama, hanya berbeda tempat dan waktu saja, yakni keadilan.”

“Jangan pernah kalian mendiamkan kezaliman, karena ketika kalian berlaku acuh maka suatu hari kezaliman itu akan menimpa kalian. Aceh mencoba membebaskan Malaka (Semenjung Malaya) dari Portugis bukan untuk menguasai, atau nafsu untuk menambah wilayah. Tapi Aceh tak ingin orang-orang Melayu terusir dari tanahnya dan dikuasai oleh bangsa asing untuk kepentingan nafsu angkara murka keserakahan mereka.”

“Ingatlah rakyat kita adalah orang-orang yang berkali-kali telah diperintah oleh raja-raja adil dan saleh, sehingga mereka punyai kenangan bersama (memori kolektif) tentang diperintah dengan sangat baik. Maka dari itu jangan pernah kalian menjadi raja yang zalim dan menteri-menteri yang celaka kepada orang-orang Aceh, karena sejarah telah bercerita dan mereka punya ingatan bagaimana diperintah oleh raja-raja yang adil dan saleh sehingga kalian jika menjadi zalim dan celaka maka sesungguhnya kalian telah merasa terlalu pintar dan begitu bangga pada diri kalian, sehingga cepat atau lambat kalian akan melakukan sesuatu yang mencelakakan atau menghancurkan diri sendiri.”

Ketika menulis ingatan tentang kejadian ini tersimpan rasa jengkel mememukan betapa manusiawi dan adalah fakta bahwa Abu tidak mampu merekam secara penuh kejadian hari itu, sesungguhnya mungkin karena itulah sebuah kenangan bertumpu pada ingatan memiliki keterbatasan.

Sang troubadour meskipun menggunakan bedak yang tebal tidak kehilangan sisi maskulinnya, bagaikan seorang masterpiece dengan brilian menggabungkan, mengacak, mengocok, memplesetkan sekaligus mempermainkan fiksi dan fakta, mimpi dan kenyataan, mitos dan realitas, sejarah dan dongeng dengan cara yang magis.

Kisah ditutup dengan sebuah peunutoh, “La Ilahaillallah, nyang meutuah raya saba, kakeuh tamat ulon surat, nyoe hikayat hai syedara.”

Dalam usia yang sangat muda Abu tertegun, pertunjukan ini memberikan pelajaran kepada seorang anak remaja tanggung di hari itu. Ada begitu banyak tali sejarah yang mengikat dengan sesuatu yang lebih tua, sesuatu yang lebih dulu datang, ingatan bersama turun-temurun dari leluhur. Ada getar membingungkan, yang mengelak dari berahi.

XXX

Langsa, akhir September 2023

Abu terbangun dari mimpi buruk, tertegun sejenak kemudian mencoba mengingat-ingat mimpi apa barusan. Seperti elang Abu terbang mengunjungi Krueng Sabee dan melihat keadaannya sebelum tsunami datang. Wajah orang-orang yang telah tiada, bahkan pohon perlak yang telah ribuan tahun yang sebegitu besar bahkan jika 10 dewasa orang memeluknya tak akan bisa menjangkau lingkarannya, pasir-pasir putih pante di sungai Krueng Sabee, jembatan besinya yang sudah kuno, pasar ikannya, kedai-kedai kayunya, Abu tersenyum bahagia.

Tak lama kemudian dari angkasa Abu dengan mata burung elang kemudian melihat gelombang besar tsunami itu datang dan menghancurkan semuanya, hal-hal yang Abu ingat dan rindukan tesebut menjadi sebuah hamparan padang berlumpur hitam. Betapa pilu mengingat ratusan kaum Abu dari pihak ibu lenyap di hari itu. Ada perasaaan sesak, sesaat kemudian timbul rongga melompong dimana rasa sakit itu mengalir masuk.

Abu kemudian mengingat kenangan di pasar malam Kuala Meurisi di tahun 1996 itu. Bahwa seorang troubadour pernah bercerita, bahwa Sultan Iskandar Muda pernah mengingatkan bahwa: Kekuasaan itu seperti candu. Begitu mencicipinya maka kamu akan menginginkan lebih banyak lagi sampai keinginan itu menguasaimu. Kamu bahkan akan membunuh orang-orang yang kamu cintai jika mereka menghalangimu. Bahwa kekuasaan pun harus tahu batas. Hati manusia lebih kaya dari nafsu atau kejayaan. Sungguh sedikit manusia yang tahu betapa terbatas dirinya untuk memelihara hati nurani dan menahan godaan.

Meriam Besar Milik Kesultanan Aceh yang dirampas Belanda saat Perang Aceh sekarang ada di Bronbeek Museum Arnhem Belanda.

Catatan Kaki: Bukan kita bangsa yang tak mencatat, ketika Belanda mendarat pada ekspedisi kedua di Peunayong tahun 1874 yang mereka pertama kali lakukan adalah membakar perpustakaan dan arsip Kesultanan Aceh yang telah berusia 800 tahun, sebuah tujuan kolonial untuk menghapus sejarah kita, tujuannya adalah memutus kita dengan para leluhur yang agung.

Baca juga: KISAH KISAH PETUALANGAN SI ABU

Posted in Cerita, Kisah-Kisah, Mari Berpikir | Tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , | 2 Comments

NASEHAT KEPADA KAUM MUDA

Moving Parts Toyota Land Cruise FJ40

Matchbox Toyota Land Cruiser TJ 40

NASEHAT KEPADA KAUM MUDA

“Untuk menjalani hidupmu dengan kebijaksanaan, kamu tak perlu banyak pengetahuan. Ingatlah dua peraturan dasar; Pertama, lebih baik kelaparan daripada makan apa saja. Kedua, lebih baik sendirian, daripada dengan siapa saja…” Omar Khayyam dalam Rubaiyat

Pada suatu malam pada September 2023 yang berangin dingin di kota Langsa, Abu merasa perlu menganjal perut dengan mie Gaga 100 dan bergegas dengan enggan ke Alfamart dekat kosan. Disana pada suatu titik mata Abu terhenti pada sebuah sudut tempat mainan digantungkan, Matchbox Toyota Land Cruiser TJ 40. Ingatan Abu sepersekian detik melayang.

Sampai pada akhir tahun 1980-an pesisir barat Aceh dari Banda Aceh ke Meulaboh belum menjadi sebuah kesatuan jalan raya, sungai-sungai harus dilintasi oleh rakit. Toyota Land Cruiser FJ40 atau yang disebut Hardtop paling mumpuni di medan ini. Tahun 2023 mobil ini semakin langka di jalanan. Sebuah mainan menyerupai hardtop itu ternyata bisa memantik ingatan masa lalu itu. Benar, mengingat adalah menafsirkan masa lalu, tapi sudah tentu kita tidak bisa pergi untuk mencocokkan tafsir kita dengan masa lalu itu sendiri. Kita tak akan pernah bisa melangkah, biarpun sejenak, keluar dari waktu. Waktu bukan kereta api yang bisa sesekali berhenti dan masinisnya turun untuk menengok apa yang terjadi di gerbong belakang. Tapi tokh, tak ada salahnya untuk sedikit bernostagia.

Abu pulang dan menyeduh mie dengan air panas dari dispenser dalam kesendirian malam. Kemudian ingatan melayang ke masa-masa SMP sampai SMA di Banda Aceh antara tahun 1996-2002 Abu bukanlah termasuk siswa populer. Sejenis anak ceking yang tidak menonjol dan tak ingin terlihat di keramaian. Abu tidak mengatakan sekarang sudah menjadi populer tapi waktu sudah  mengubahnya.

Karena menjadi sesorang yang menjalani kehidupan biasa-biasa saja Abu tidak mengalami keresahan masa remaja. Ketika keresahan itu tak ada maka Abu mencari keresahan sendiri dengan membaca banyak buku. Terhitung sejak kelas 1 SMP (tahun 1996) setiap jam istirahat Abu menghabiskan waktu di perpustakaan membaca semua buku yang dapat dibaca Antara tahun 1996-2002 disamping membaca di perpustakaan sekolah, Abu meminjam buku di perpustakaan untuk dibawa pulang ke rumah.

Pada puncak kejayaan Abu bisa melahap 12 buku perharinya, semua Abu baca filsafat, agama, fiksi, sejarah sampai-sampai tidak ada buku yang terlewatkan di perpustakaan SMP dan SMA. Latar belakang Aceh yang pada saat itu mengalami konflik menunjang Abu untuk malas keluar rumah dan menghabiskan waktu di rumah membaca buku.

Tragedi Simpang KKA, juga dikenal dengan nama Insiden Dewantara atau Tragedi Krueng Geukueh, adalah sebuah peristiwa yang berlangsung saat konflik Aceh pada tanggal 3 Mei 1999 di Kecamatan Dewantara, Aceh. Saat itu, pasukan militer Indonesia menembaki kerumunan warga yang sedang berunjuk rasa memprotes insiden penganiayaan warga yang terjadi pada tanggal 30 April di Cot Murong, Lhokseumawe.

Sebenarnya membaca buku adalah kunci untuk mencurangi kehidupan, bayangkan kita mendapati saripati pemikiran orang lain tanpa harus menjalani. Membaca juga akan membuat kita memiliki ingatan yang kuat. Majalah Tempo terbitan 1992 yang pernah Abu baca mengulas tentang penyakit Alzeimer, Ronald Reagan mantan presiden Amerika Serikat bahkan tidak bisa mengingat istrinya Nancy Reagan. Seorang pakar menganjurkan jika ingin ingatan kuat di masa tua maka membacalah! Kalau ingin lebih kuat lagi maka menulislah! Hal ini membuat Abu semakin mengebu membaca dan terus membaca.

Di usia menjelang 40 tahun ini, kemampuan Abu membaca mungkin tidak seringkas dahulu. Mata juga sudah mulai “agak rabun dekat” +1, kesibukan bekerja membuat Abu memiliki lebih sedikit waktu membaca, apalagi semakin Abu mengetahui sesuatu maka semakin lambat kemampuan membaca, jika dahulu Abu membaca dan langsung menelan informasi di dalam buku, hari ini ketika mendapat informasi harus diproses terlebih dahulu, jika seminggu Abu bisa menyelesaikan 1 buku saja maka sudah sangat bagus hari ini.

Abu belum terlalu tua, juga belum terlalu bijak untuk memberikan nasehat kepada kaum muda. Perjalanan hidup seorang manusia telah dan kelak menghadapi goncangan gelombang dalam proses pencarian jati diri. Semakin mengetahui sesuatu semakin akan merasa tidak tahu, semakin mencari dan menemukan sesuatu semakin berhasrat mencari lagi. Seumpama lingkaran yang selalu akan berulang entah itu semakin membesar atau mengecil, sampai akhirnya perjalanan hidup selesai dan mencapai titik akhir di dunia. Akan lebih baik jika memperoleh sedikit pengetahuan dalam menghadapinya jika mendapat kisi-kisi dari pengalaman orang lain yaitu dari buku-buku yang baik.

Perlu diingat, jika kamu tak bisa meraih kemuliaan di hari mudamu, tak akan mulia hidupnya sampai tua. Yang sangat penting diingat, setiap orang akan diminta pertanggungjawaban tentang umur yang dianugerahkan oleh Tuhan kepadanya. Dan sebagai bagian kecil dari pertanggungjawaban Abu maka tulisan ini dibuat.

Baca juga: KISAH KISAH PETUALANGAN SI ABU

Posted in Cerita, Kisah-Kisah, Kolom, Mari Berpikir, Opini, Pengembangan diri | Tagged , , , , , , , , , , , , , , | Leave a comment

PUBLIKASI TESIS: ANALISIS AKAD MUSYARAKAH BANK ACEH SYARIAH DENGAN PT. ALGIBRAN PROPERTY DALAM MEMBANGUN RUMAH BAGI NASABAH DI KOTA LANGSA

Pada hari selasa tanggal 8 Agustus 2023 telah dilakukan ujian kepada diri saya bertempat pada aula sidang munaqasah IAIN Langsa terhadap penyusunan tesis pada program Magister pada studi Hukum Ekonomi Syariah (muamalah) Pascasarjana agar dapat memdapatkan gelar Magister Hukum. Segala puji kepada Allah pada sidang tersebut saya berhasil lulus dengan nilai A+

Sebagai salah satu ungkapan rasa syukur dan terima kasih saya, maka tesis ini saya publikasikan untuk dapat menjadi bahan bacaan dan pembaharuan keilmuan bagi siapapun yang memiliki ketertarikan pada studi Hukum Ekonomi Syariah (muamalah), khususnya tentang akad musyarakah. Terima kasih semoga penelitian ini bermanfaat.

Analisis Akad Musyarakah Bank Aceh Syariah dengan PT. Algibran Property Dalam Membangun Rumah Bagi Nasabah di Kota Langsa

Milvan Murtadha, 2023, Analisis Akad Musyarakah Bank Aceh Syariah dengan PT. Algibran Property Dalam Membangun Rumah Bagi Nasabah di Kota Langsa. Tesis, Program Studi Magister Hukum Ekonomi Syariah, Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Langsa. Dosen Pembimbing: (1) Dr. Abdul Hamid, MA, (2) Dr. Miswary, M.Ud.

ABSTRAK

Penelitian ini dilandasi oleh keresahan perusahaan pengembang dan masyarakat terkait akad musyarakah yang dilaksanakan oleh bank syariah di Provinsi Aceh yaitu Bank Aceh Syariah. Pada hakikatnya penelitian ini dilaksanakan sebagai bentuk validasi kepada perusahaan pengembang dan masyarakat tentang praktik akad musyarakah yang dilakukan dengan bank syariah. Adapun tujuan penelitian ini untuk menjelaskan dan menganalisa praktik pelaksanaan akad musyarakah antara Bank Aceh Syariah dengan PT. Algibran Property dalam membangun rumah bagi nasabah di Kota Langsa serta menganalisa dari tinjauan hukum ekonomi syariah. Adapun jenis penelitian ialah penelitian normatif empiris dengan metode kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara para informan dari Bank Aceh Syariah dan PT. Algibran Property dan divalidasi dengan dokumen Perjanjian Kerja Sama (PKS) Akad Musyarakah dan Surat Pemberitahuan Persetujuan Pembiayaan (SP3) antara Bank Aceh Syariah dan PT. Algibran Property. Adapun hasil penelitian praktik pelaksanaan akad musyarakah yang dilakukan Bank Aceh Syariah dengan PT. Algibran Property telah sesuai dengan kerangka teori akad musyarakah diperkuat dengan adanya rekening penampung (escrow account) adalah ciri dan karakteristik yang ditetapkan sebagai salah satu prinsip pembiayaan dengan musyarakah. Ditinjau dari hukum ekonomi syariah pelaksanaan akad musyarakah Bank Aceh Syariah dengan PT. Algibran Property telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) NO: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan musyarakah sebagai acuan standar hukum ekonomi syariah.

Kata Kunci: Pembiayaan, Akad, Musyarakah, Bank Syariah, Perusahanan Pengembang, Hukum Ekonomi Syariah

Download tesis: TESIS MILVAN MURTADHA ANALISIS AKAD MUSYARAKAH BANK ACEH SYARIAH DENGAN PT. ALGIBRAN PROPERTY DALAM MEMBANGUN RUMAH BAGI NASABAH DI KOTA LANGSA

Milvan Murtadha, sidang Munaqasah IAIN Langsa, 8 Agustus 2023.

Milvan Murtadha, sidang Munaqasah IAIN Langsa, 8 Agustus 2023.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Diri

  1. Nama                                : Milvan Murtadha
  2. Tempat/tanggal lahir   : Krueng Sabee (Aceh Jaya) / 29 Februari 1984

Riwayat Pendidikan

  1. TK Pertiwi Banda Aceh 1989-1990;
  2. Madrasah Ibtidaiyah Negeri Teladan Banda Aceh (sekarang MIN 7 Banda Aceh) 1990-1996;
  3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 1 Banda Aceh (sekarang SMP Negeri 1 Banda Aceh) 1996-1999;
  4. Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Banda Aceh (sekarang SMA Negeri 3 Banda Aceh) 1999-2022;
  5. S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK) 2002-2003 (Drop Out);
  6. D1 Program Studi Perpajakan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) 2003-2004;
  7. S1 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Lhokseumawe (UNIMAL)  2007-2010;
  8. S2 Program Studi Hukum Ekonomi Syariah pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Langsa 2021-2023.
Posted in Kolom, Mari Berpikir | Tagged , , , , , | Leave a comment

LEUMOH HUKOM DIATOE LEE PANGKAT LEUMOH TANOH KEUBUE MEUKUBANG

Leumoh hukom diatoe lee pangkat Leumoh tanoh keubue meukubang.

LEUMOH HUKOM DIATOE LEE PANGKAT LEUMOH TANOH KEUBUE MEUKUBANG

Hadis Maja: “Leumoh hukom diatoe lee pangkat Leumoh tanoh keubue meukubang.”

Ingat na keuh tempat phon ta  jak aleuh jih hana le. Cuba neubayang-bayang ngan mandum crita hana mandum sigohlom gata na bak donya. Indatu gata lam seujarah mandum nyang neutuleh ka apoh ka gadoh. Gata jeut bansa nyang mudah dipeulangu dipeulamit duek bangai tahe gante.

Sebenar jih hana yang trep lam seujarah. Nyang na cuma teingat ato pih tuwo. Seujarah neumat baro na keuh uro nyoe, gata musti meurasa mantong wujud disinan.

Bansa Aceh kon urueng nyang hana ilme baten, kon lagee aneuk manok jeut diparoh le meuruwa. Urueng Chik tanyoe jiteupu pajan raja zalim ek ateuh singgasana, indatu tanyoe tem suet nyawong keu ridha Allah.

Neukalon nanggroe tanyoe ka lage kueh boy dibagi-bagi. Uteun-uteun tanyo ka hana le, pedeh hate ta kalon buya krueng teudong-dong. Gadoh meurangak meupake sabe-sabe dro.

Rafli neusurah bak lagu Rawa Tripa: “Rawa Tripa raya that uyok, jinoe jineuk cok sawet jipula. Ie ka habeh thoo tanoh leupah kra, dum meulatang han tatuho ka. Hana le ie unoe hai aneuk nanggroe nyang jeut keu ubat, ka habeh limbat peunajoh raja. Hana le seungkoe rukan ngon bacee, habeh dum reule atra nyang ka na. Sayang gampong lon sayang nanggroe lon. Ureung di gampong abeh nafakah, sabee reu ah lam uroe kha, dak na ujuen hana pat keubah. Kayee katacah boh bhah preh teuka, ka keuhendak Po rawa geu keubah. Si Jumoh jak cah di Rawa Tripa, geupuga gampong yoh phon geupeugah, oh ta eu sosah urueng ubee na. Buya krueng teudong-dong buya tamong meuraseuki.”

Beuneuingat lagee disurah bak kitab gohlom Islam sigohlom neupaham lhee ilme: Tauhid, syariah ngon tassawuf. Peukah jinoe Raja meunan? Hukom ka diatoe le pangkat, leumoh lage tanoh keubeu meukubang. Tanyoe bek tuwo bansa nyoe jameun geu mat ngon urueng-urueng saleh.

Peudeh hatee, ie mata tijoh. Tanyoe ureung na iman musti bahagia karna meuphom Allah lam tip-tip takeudi gaseh ngon sayang keutanyoe hantom putoh. Mandum lam kuasa Po, mandum pujoe keu Allah, neu peusalamat nanggoe kamoe, jameun na keuh dilakap nanggroe aulia. Hom uro nyoe!

XXXXX

Posted in Mari Berpikir | Tagged , , , , , | Leave a comment